Ketika
kita mendengar nama Tirto Adisurjo (TAS), banyak diantara kita yang masih
mengerutkan kening karena tidak mengenalnya. Namun apabila disebutkan nama
Minke, tokoh utama dalam novel tetralogi karya Pramoedya Ananta Toer, tentu
sungguh memalukan kalau kita tak mengenalnya. Ketahuilah, sungguhnya tokoh
Minke dalam Novel tersebut adalah Tirto Adisurjo itu sendiri. Dialah tokoh pers
nasional sekaligus pejuang yang pertama berani menerbitkan Koran dari kalangan
pribumi.
Pengasingan
dan pembuangan bukanlah hal baru dalam hidup TAS. Pena tajam dan lugas kerap
menjadikan dirinya sebagai kerikil tajam oleh pemerintahan kolonial Belanda
kala itu. Kepiawaian dan keberanian tanpa tedeng aling-aling yang
menggugah dan mendapat simpati publik.
Menurut
catatan Dr. Rinkes, Medan Prijaji diminati oleh masyarakat
karena dalam salah satu rubrik terdapat penyuluhan hukum gratis. Simpati pun
datang melimpah dari masyarakat hingga pada tahun ketiga tepatnya Rebo 5
Oktober 1910, Medan Prijaji berubah menjadi harian dengan 2000
pelanggan.
Medan
Prijaji merupakan Koran pertama di
Indonesia dibawah naungan TAS. Koran ini dianggap sebagai Koran pertama di
Indonesia. Koran pertama ini disebabkan hampir seluruh karyawan Medan
Prijaji adalah Boemi Poetra atau penduduk Indonesia
dengan menggunakan bahasa melayu.
Koran
yang berpusat di kota Bandung ini memposisikan diri sebagai corong suara publik
dengan moto “Orgaan Boeat bangsa jang terperentah di H.O. tempat akan
memboeka swaranya anak-Hindia”salah satu moto yang dianggap berani dan
membentuk opini umum.
Tulisan-tulisan
TAS yang begitu berani langsung menuding muka orang. Tak ada bijakan kolonial
yang dianggap memberatkan rakyat luput dari penanya. Koran ini benar-benar
menjadi ajang”perkelahian” dibeberapa daerah seperti Banten, Rembang, Cilacap,
Bandung. Tulisan-tulisannya kerap diperkaarakan oleh ppihak yang merasa
disudutkan dari pemberitaannya.
Salah
satu kasus dari sekian banyak tulisan di muat pada Medan Prijaji No.
19-1909 mendappat dukungan 236 warga desa Bapangan Purworejo yang pasng badan.
Pada gilirannya tulisan ini memuat TAS dibuang selama 2 bulan di Lampung. Kasus
ini kemudian mendapat perhatian pers Belanda.
Kasus pemula
ketika ada indikasi penyalahgunaan kewenangan antara Aspirant
ControleurPurworejo A Simon dengan wedana Tjorosentono. Kedua pejabat itu
dituduh karena mengangkat lurah bapangan yang tidak mendapat dukungan suara.
Sementara kandidat pertama yang didukung , Mas Soerodimedjo, malah ditangkap
dan dikenakan hukuman.
Pada
tulisan itu TAS memperolok kedua pejabat itu dengan sebutan monyet penetek atau
ingusan. Tulisan itu merupakan wujud kesalahan TAS yang melihat peristiwa atau
kebijakan yang dianggap merugikan publik.
Perhatian
tak henti-henti menyuarakan peristiw atau kebijakan yang dianggap merugikan
publik dan sikapnya yang selalu membela kawula (masyarakat kecil) melalui
bentuk investivigasi reporting. Model pembelaan terhadap kasus yang memuat
dalam Medan Prijaji ini pada perkembangan jurnalistik disebut
sebagai jurnalistik advokasi.
Tokoh
pejuang ini menginspirasi sastrawan besar indonesia Pramoedya Ananta Toer yang dituliskannya
pada novel Tralogi dan Sang Pemula. Pada
novel Tralogi, TAS digambarkan sebagai tokoh Minke yang
memiliki peranan pada masa-masa awal pembangkitan nasional dengan
membangun organisasi dan pers.
Keberanian
itu tercatat dalam buku Sekilas Pejuangan Surat kabar yang
terbit pada tahun 1985. Sudarjo Tjokosisworo dalam tulisannya menyatakan bahwa
TAS merupakan wartawan Indonesia pertama yang menggunakan surat kabar sebagai
pembentuk pendapat umum. Kacaman dan kritik pedas menghantarkan TAS
“disingkirkan” dari pulau jawa menuju Pulau Bacan dekat Halmahera (Maluku
Utara).
Ki
Hajar Dewantara yang notabene seorang pahlawan pendidikan nasional dalam buku kenangan-kenangan pada
tahun 1952 mengatakan bahwa TAS merupakan wartawan modern yang menarik
perhatian karena lancar tajam penanya. Bekas murid stovia yang waktu itu
bekerja sebagai redaktur harianBintang Betawi kemudian bernama Berita
Betawi Pada akhirnya memimpin Koran Medan Prijaji.
Takashi
Shiraisi dalam buku Zaman berherak mengatakan seorang TAS
merupakan salah orang yang memenuhi isi catatan terutama dari laporan DR
Rinkes. Hal ini diakibatkan karena TAS memiliki banyak peranan dalam
pembentukan Serikat Dagang Islam di Surakarta bernama Haji Samanhudi.
Pengakuan
terhadap kiprah tokoh ini kemudian dikukuhkan pada tanggal 3 November 2006
dengan gelar pahlawan Nasional melalui Keppres RI NO 85/TK/2006, sementara pada
tahun 1973 tokoh ini dikukuhkan sebagai Pahlawan Pers Nasional.
Nah,
tambah lagi satu pengetahuan kita tentang pahlawan di Indonesia. Jangan lupa
ya, “bangsa yang benar adalah bangsa yang menghargai jasa pahlawannya ”…
Sumber : http://koransuararakyat.com/article/96507/pahlawanku---tirto-adhi-soerjo--penerbit-koran-pertama-di-indonesia.html
Sumber : http://koransuararakyat.com/article/96507/pahlawanku---tirto-adhi-soerjo--penerbit-koran-pertama-di-indonesia.html
Medan Prijaji dengan format mingguan terbit tiap Jumat. Surat kabar yang berukuran seperti buku atau jurnal mungil (12,5x19,5 cm) itu dicetak di percetakan Khong Tjeng Bie, Pancoran, Batavia. Rubrik tetapnya adalah mutasi pegawai, salinan Lembaran Negara dan pasal-pasal hukum, cerita bersambung, iklan, dan surat-surat. Medan Prijaji dikenal sebagai surat kabar nasional pertama karena menggunakan bahasa Melayu (bahasa Indonesia), dan seluruh pekerja mulai dari pengasuhnya, percetakan, penerbitan, dan wartawannya adalah pribumi Indonesia asli
BalasHapus