Keaksaraan Fungsional adalah sebuah usaha pendidikan luar sekolah dalam
membelajarkan warga masyarakat penyandang buta aksara agar memiliki mampu
menulis, membaca dan berhitung untuk tujuan yang pada kehidupan sehari-hari
dengan memanfaatkan potensi sumber daya yang ada di lingkungan sekitarnya,
untuk peningkatan mutu dan taraf hidupnya.
Prioritas usia penyandang buta aksara berusia 15-50 tahun pada
pemberantasan buta aksara melalui program keaksaraan fungsional. Buta aksara
adalah orang yang tidak memiliki kemampuan-kemampuan membaca, menulis dan
berhitung serta penerapannya dalam kehidupan sehari-hari.
Berdasarkan hasil studi, warga belajar program KF, terdiri dari dua
karakteristik yaitu yang berasal dari buta aksara murni dan Droup Out Sekolah
Dasar yang masih memerlukan layanan pendidikan keaksaraan sampai memenuhi
kompetensi keaksaraan yang dapat memecahkan masalah yang dihadapinya dalam
kehidupan sehari-hari. Jadi, keaksaraan fungsional berpusat pada masalah,
mengarahkan pengalaman belajar pada masalah yang dihadapi oleh warga belajar
dalam kehidupan sehari-hari.
Pemberantasan buta aksara memiliki tahapan, yaitu, tahap keaksaraan dasar
dan tahap keaksaraan mandiri. Tahap keaksaraan dasar adalah warga belajar yang
belum memiliki pengetahuan dasar tentang calistung (baca tulis hitung) tetapi
telah memiliki pengalaman yang dapat dijadikan kegiatan pembelajaran. Terakhir,
tahap keaksaraan mandiri adalah warga belajar telah memiliki pengetahuan dan
pengalaman. Pada hasil belajarnya, warga belajar diharapkan dapat menganalisa
dan memecahkan masalah dalam rangka untuk meningkatkan mutu taraf hidupnya.
b. Fungsi dan Tujuan
Keaksaraan Fungsional memiliki fungsi mengembangkan kemampuan dasar
manusia yang meliputi kemampuan membaca, menulis dan berhitung yang bersifat
fungsional dalam meningkatkan mutu dan taraf kehidupan dan masyarakatnya.
“Tujuan utama program keaksaraan fungsional adalah membelajarkan warga belajar
agar dapat memanfaatkan kemampuan dasar baca, tulis, dan hitung (calistung) dan
kemampuan fungsionalnya dalam kehidupan sehari-hari.”[1]
c. Prinsip-prinsip Pembelajaran Keaksaraan Fungsional
Hakikat pembelajaran keaksaraan fungsional berpusat pada masalah, minat
dan kebutuhan warga belajar itu sendiri. Substansi materi belajarnya didasarkan
pada kegiatan untuk membantu mereka dalam mengimplementasikan keterampilan dan
pengetahuan yang dimilikinya.
Program keaksaraan fungsional dapat terlaksana dengan baik apabila sesuai
dengan kebutuhan masing-masing daerah, maka pembelajaran keaksaraan fungsional
hendaknya mengacu pada prinsip berikut:
1. Konteks lokal
2. Disain lokal
3. Proses partisipatif
4. Fungsionalisasi hasil belajar[2]
Prinsip-prinsip tersebut diatas sangat berpengaruh terhadap proses
pembelajaran keaksaraan fungsional. Tutor bersama warga belajar hendaknya dapat
memperhatikan bagaimana implementasi dari prinsip tersebut.
d. Strategi Pembelajaran
Keaksaraan Fungsional
Hakikatnya warga belajar keaksaraan fungsional merupakan tergolong dalam
orang dewasa. ”Strategi dan pendekatan pembelajaran yang digunakan hendaknya
mengikuti kaidah-kaidah pendidikan orang dewasa (Andragogi).”[3] Kaidah-kaidah
pendidikan orang dewasa yang dimaksud adalah:
1. Pembelajaran harus berorientasi pada masalah (problem oriented).
2. Pembelajaran harus berorientasi pada pengalaman pribadi warga belajar
(experiences oriented).
3. Pembelajaran harus memberi pengalaman yang bermakna (meaningfull) bagi
warga belajar.
4. Pembelajaran harus memberi kebebasan bagi warga belajar sesuai dengan
minat, kebutuhan dan pengalamannya.
5. Tujuan pembelajaran harus ditetapkan dan disetujui oleh warga belajar
melalui kontrak belajar (learning contract).
6. Warga belajar harus memperoleh umpan balik (feedback) tentang pencapaian
hasil belajarnya.[4]
Pembelajaran pada orang dewasa juga harus berorientasi pada pengalaman
warga belajar itu sendiri. Hasil dari pengalaman itu yang menentukan ide,
pendirian dan nilai dari orang yang bersangkutan. Pikiran, ide, pengalaman dan
informasi yang terdapat diri warga belajar harus dikembangkan sehingga akan
membantu perkembangan atau kemajuan belajarnya. Pengalaman merupakan sumber
yang kaya untuk dipelajari. Oleh karena itu, orientasi belajar orang dewasa
berkaitan dengan erat dengan keinginan dan ketetapannya untuk mengarahkan diri
sendiri menuju kedewasaan, dan kemandirian agar pembelajarannya bermakna.
Hakikat tujuan belajar merupakan pedoman dalam penyelenggaraan kegiatan
belajar mengajar. Tetapi dalam proses belajar orang dewasa harus sesuai dengan
kontrak belajar yang telah disepakati. Kondisi tersebut dapat menciptakan
suasana belajar lebih kondusif.
e. Pelaksanaan Program
Keaksaraan Fungsional Dasar
Program keaksaraan fungsional dasar dilaksanakan dibeberapa wilayah
Indonesia. Salah satunya diselenggarakan di Jakarta. Program keaksaraan
dilaksanakan dengan berbagai metode dan pendekatan oleh lembaga dengan tujuan
memberikan ketertarikan warga belajar yang memang usia mereka antara 15 – 55
tahun. Metode dan pendekatan yang dilakukan pun berbeda-beda sesuai dengan
desain konteks lokal dari keberadaan penyelenggaraan program. Program
keaksaraan pun diikuti dengan kegiatan fungsional seperti, membuat sabun colek
ataupun kegiatan peningkatan keterampilan hidup warga belajar. Perbedaan metode
dan pendekatan yang dilakukan oleh lembaga berpedoman kepada Standar Kompetensi
Keaksaraan Dasar (SKKD) yang diterbitkan oleh Kementerian Pendidikan Nasional
(Kemendiknas).
SKKD mengenai keaksaraan pun telah direvisi oleh Kemendiknas khususnya
Direktorat Pendidikan Masyarakat Direktorat Jenderal Pendidikan Nonformal dan
Informal pada tahun 2009. SKKD itu sendiri merupakan standar minimal yang harus
dikuasai oleh warga belajar setelah mengikuti program pendidikan keaksaraan
dasar. SKKD ini melingkupi beberapa aspek, yaitu, 1). Mendengar; 2). Berbicara;
3). Membaca; 4). Menulis; dan 5). Berhitung. Keseluruhan aspek SKKD yang telah
direvisi berhubungan dengan kehidupan sehari-hari dan bermakna bagi warga belajar.
Hasil revisi SKKD yang telah diterbitkan memuat Standar Kempetensi
Lulusan Pendidikan Keaksaraan Dasar (SKL – PKD). SKL – PKD ini dimaksudkan
sebagai kualifikasi kemampuan warga belajar setelah mengikuti program
keaksaraan dasar yang mencangkup pengetahuan, sikap dan keterampilan. SKL – PKD
dijabarkan dalam standar kompetensi dan selanjutnya dijabarkan dalam kompetensi
dasar. SKL – PKD terdiri dari lima standar kompetensi sesuai dengan SKKD, yaitu
standar kompetensi mendengarkan, berbicara, membaca, menulis, dan berhitung.
- Standar kompetensi mendengarkan ditetapkan berdasarkan pertimbangan
kebutuhan agar setelah mengikuti program pendidikan keaksaraan dasar, warga
belajar mampu memahami wacana lisan berbentuk pesan, perintah, petunjuk yang
berkaitan dengan kehidupan sehari-hari.
- Standar kompetensi berbicara ditetapkan berdasarkan pertimbangan
kebutuhan agar setelah mengikuti program pendidikan keaksaraan dasar, warga
belajar mampu menggunakan wacana lisan untuk mengungkapkan pikiran, perasaan,
dan informasi dalam kegiatan perkenalan, tegur sapa, percakapan, bertanya,
bercerita, mendeskripsikan benda, memberikan tanggapan/saran yang fungsional
dalam kehidupan sehari-hari.
- Standar kompetensi membaca ditetapkan berdasarkan pertimbangan kebutuhan
agar setelah mengikuti program pendidikan keaksaraan dasar, warga belajar
menggunakan berbagai jenis membaca untuk memahami wacana berupa teks panjang,
pesan, petunjuk, lambang dan nama bilangan yang fungsional dalam kehidupan
sehari-hari.
- Standar kompetensi menulis ditetapkan berdasarkan pertimbangan kebutuhan
agar setelah mengikuti program pendidikan keaksaraan dasar, warga belajar mampu
melakukan berbagai jenis kegiatan menulis untuk mengungkapkan pikiran,
perasaan, dan informasi dalam bentuk karangan sederhana yang fungsional dalam
kehidupan sehari-hari.
- Standar kompetensi berhitung ditetapkan berdasarkan pertimbangan
kebutuhan agar setelah mengikuti pendidikan keaksaraan dasar, warga belajar
mampu melakukan penghitungan matematis secara lisan dan tulis yang fungsional
dalam kehidupan sehari-hari.
Standar kompetensi keaksaraan ditempatkan dalam alur penyusunan rencana
pembelajaran keaksaraan dasar. Standar kompetensi keaksaraan disusun mengikuti
alur rencana pembelajaran secara sistematis mulai dari tingkat pusat sampai
kepada tutor sebagai pengajar. Pusat atau dalam hal ini Kemendiknas memberikan
acuan ke daerah/ pengelola berupa standar kompetensi lulusan dengan bentuk
kompetensi dasar yang berisi kompetensi dasar sebagai indikator yang dapat
dinilai. Daerah/ pengelola menterjemahkan acuan pusat menjadi silabus untuk
dikembangkan tutor. Tutor mengembangkan silabus yang diberikan oleh pengelola
menjadi rencana pelaksanaan pembelajaran yang bermuatan, yaitu, 1). Tujuan
pembelajaran; 2). Materi pembelajaran; 3). Metode pembelajaran; 4). Sumber
belajar; dan 5). Penilaian hasil belajar. Berikut ini bagan mengenai alur yang
diberikan oleh pusat sampai dikembangkan oleh tutor :
Kedudukan Standar Kompetensi Keaksaraan dalam Alur
Penyusunan Rencana Pembelajaran Keaksaraan Dasar
Standar kompetensi keaksaraan dalam alur rencana pelaksanaan pembelajaran
dilaksanakan oleh penyelenggara program pembelajaran keaksaraan fungsional.
Kegiatan keaksaraan fungsional dilakukan melalui beberapa metode, pendekatan
dan juga materi yang diberikan dan telah disesuaikan dengan warga belajar
berdasarkan kondisi lingkungan eksternal maupun internal dari warga belajar.
Kenyataannya banyak sekali program keaksaraan yang memberikan materi
keterampilan dalam hal fungsional seperti pembuatan sabun colek atau membuat
kue kering sebagai sajian hidangan pesta.
Yappika memberikan materi pembelajaran yang berbeda mengenai hak dasar
dengan fokus pada 4 hal, yaitu, 1) Hak mendapatkan pendidikan; 2) Hak
mendapatkan pelayanan kesehatan; 3) Hak memeluk agama; dan 4) Hak kebebasan
berpendapat yang merupakan penyadaran hak pelayanan publik sebagai bentuk
fungsional dari kegiatan keaksaraan. Yappika itu sendiri adalah sebuah
organisasi non politik yang saat ini sedang mendampingi berjalannya
undang-undang No. 25 tahun 2009 tentang pelayanan publik yang memberikan
jaminan pemenuhan pelayanan publik yang layak, termasuk pendidikan. Yappika
sebagai penyelenggara program memfokuskan pada peningkatan kapasitas masyarakat
terutama perempuan dalam mempertanyakan praktek-praktek pelayanan publik yang
disediakan pemerintah yang mereka terima untuk memperbaiki kualitas pelayanan
publik.
Pelaksanaan program ini menghasilkan outcome berupa meningkatnya
pemahaman warga belajar mengenai prosedur mengakses pelayanan publik sebagai
hak dasar mereka dan adanya dukungan dari pemerintah desa/kelurahan atau key
person lokal lainnya untuk pengembangan sarana kegiatan belajar komunitas
secara berkelanjutan. Output dari kegiatan keaksaraan adalah meningkatnya
kemampuan baca-tulis-hitung perempuan buta aksara di komunitas miskin kota
serta kemampuan memahami informasi tentang pelayanan publik di bidang kesehatan
dan adminduk (administrasi penduduk), terbangunnya kerelawan warga, meningkat
dan menguatnya keterampilan mahawarga belajar dalam pengembangan keaksaraan
fungsional untuk masyarakat miskin kota, dan adanya strategi-strategi untuk
pengembangan sarana belajar komunitas.
Keaksaraan fungsional penyadaran hak pelayanan publik juga menggunakan critical
literacy sebagai pendekatan pembelajaran selain menerapkan pendidikan orang
dewasa sebagai dasar pembelajaran. Critical literacy ini dimaksudkan sebagai
strategi dalam hal membangun kognisi, afeksi dan psikomotorik warga belajar
untuk memenuhi standar kompetensi mendengar dan berbicara sesuai dengan acuan
SKKD. Bentuk dari critical literacy itu sendiri adalah membuat suasana belajar
untuk dapat mengemukakan pendapat dan bertanya di dalam diskusi dalam kelompok
belajar. critical literacy adalah sebuah ilmu mengenai rektorika untuk memulai
percakapan dengan hubungannya dengan kekuatan bertanya. Menurut Anderson dan
Irvine, 1982, critical literacy adalah pembelajaran untuk membaca dan menulis
sebagai proses kesadaran menjadi salah satu pengalaman sebagai nilai historis.
Untuk mendapatkan buku-buku Keaksaraan Fungsional dapat menghubungi : pengelola Blog ini di nomor 087886394136
Sumber :
[1] Standar Kompetensi Keberaksaraan, (Jakarta: Direktorat Pendidikan
Masyarakat, Departemen Pendidikan Nasional, 2006), p.6.
[2] Kusnadi, M.Pd, op.cit., p.192-197.
[3] Standar Kompetensi Keberaksaraan, op.cit., p.9.
[4] Tom Burkard, Understanding and Facilitating Adult Learning, (San
Fransisco: Josey Bass Publlishers, 1999), p.31.
[5]
(http://eeqbal.blogspot.com/2008/12/konsep-pendidikan-orang-dewasa-dan.html)
akses tanggal 30 April 2011.
[6] Ibid., h. 3.
[7] Dr. Ir. H. Suprijanto, Pendidikan Orang Dewasa Dari Teori Hingga
Aplikasi. (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2008), h. 45.
[8] http://prari007luck.wordpress.com/2011/12/14/keaksaraan-fungsional
[9] sumber foto: kemahasiswaan.um.ac.id